Pena Nusantara | Banyuwangi, – Organisasi Non-Pemerintah (NGO) Laskar Cemeti Emas menyoroti kondisi perizinan pada PT. Srono Perkasa Sejahtera dan telah mengirim surat audiensi ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banyuwangi pada hari selasa, 30Desember 2025.
Laskar Cemeti Emas menyampaikan bahwa surat tersebut diajukan untuk memastikan pengawasan sebagai lembaga masyarakat tetap mengedepankan aturan perundang-undangan yang berlaku dan penanganannya dilakukan secara proporsional. Pihak NGO juga memohon agar pihak komisaris utama dan direksi perusahaan segera dipanggil untuk membawa seluruh dokumen resmi, guna menjelaskan temuan-temuan yang diperoleh selama investigasi lapangan. rabo,(31/12/2025.)
"Laskar Cemeti Emas menegaskan bahwa tidak ada korporasi yang berada di atas undang-undang. Setiap badan usaha wajib mematuhi peraturan pemerintah setempat," ujar perwakilan organisasi tersebut.
Ketidakpatuhan terhadap peraturan perizinan usaha diduga terjadi pada beberapa unit usaha milik PT. Srono Perkasa Sejahtera di Kabupaten Banyuwangi, dengan indikasi sebagian usaha telah beroperasi tanpa izin resmi selama bertahun-tahun. Kasus semacam ini berpotensi mengakibatkan penghentian sementara atau permanen kegiatan usaha, sanksi administratif berupa denda, bahkan ancaman pidana bagi pelaku yang terbukti melanggar hukum – hal yang berdampak pada keamanan konsumen, kelestarian lingkungan, serta integritas kepatuhan terhadap peraturan negara.
Berikut rincian dugaan pelanggaran pada masing-masing unit usaha: 1. Waterpark Pancoran: Bangunan tidak sesuai rancangan perencanaan, tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), Surat Izin Penyelenggaraan Usaha (SIPA) tidak sesuai atau tidak memenuhi persyaratan, serta tidak memiliki izin penggunaan air yang menyebabkan dugaan pelanggaran peraturan sumber daya air.
2. Hotel Pancoran: Bangunan tidak sesuai perencanaan, tidak memenuhi standar klasifikasi hotel bintang tiga, tidak memiliki SIPA, dan tidak memiliki sertifikat laik sehat.
3. Tempat Karaoke Ashika: Tidak memiliki SIPA, serta Izin Penjualan Minuman Beralkohol (BC) telah dibekukan namun masih melakukan penjualan.
4. Hotel Srono Indah: Tidak memiliki SIPA dan tidak memiliki izin laik sehat.
5. Grand Royal Resto: Tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Izin Penggunaan Bangunan dan Tanah (IPPT), tidak memiliki izin penyelenggaraan karaoke serta SIPA. Selain itu, terdapat dugaan perdagangan orang dan kerja paksa.
6. Perusahaan BNA: Tidak memiliki izin yang sesuai dengan bidang usaha jasa keuangan; perlu klarifikasi jenis izin tepat seperti Surat Keterangan Penyerahan Bunga Gas (PBG) atau Sertifikat Layanan Fasilitas (SLF) sesuai peraturan instansi berwenang.
Hasil investigasi tim Jaringan Penegak Hukum (Junalis) menemukan indikasi pelanggaran sesuai dengan ketentuan hukum berikut:
Struktur bangunan dan standar produk: Melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Bangunan Gedung Pasal 6 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 57 serta 113 (ancaman pidana hingga 5 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar).
Perizinan usaha: Melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Sistem Perizinan Berusaha Pasal 18.
Perlindungan konsumen: Melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 ayat (1) karena berpotensi menyesatkan konsumen.
Kesehatan dan keselamatan: Melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kesehatan Pasal 78.
Minuman beralkohol: Melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Pasal 28, 29, dan 30.
Perdagangan orang: Dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (ancaman pidana berat sesuai Pasal 3 hingga 10).
Sumber daya air: Melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air Pasal 27.
Selain permasalahan perizinan, perusahaan juga terindikasi melanggar peraturan di sektor ketenagakerjaan dan pajak:
Ketenagakerjaan: Seluruh karyawan tidak terdaftar di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), tidak terdaftar BPJS Kesehatan, tidak memiliki sertifikat kerja standar, serta sering melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa memberikan pesangon sesuai ketentuan. Hal ini melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 15 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (3).
Pajak: Terdapat dugaan manipulasi setoran pajak yang melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Pajak Penghasilan Pasal 37 dan 111.
"Tindakan pelanggaran ini jelas merugikan kepentingan negara dan masyarakat, sehingga membutuhkan tindakan nyata serta tegas," jelas perwakilan Laskar Cemeti Emas. Diperlukan sinergi antara berbagai instansi terkait yaitu DPMPTSP, Dinas Kesehatan, Dinas Pemukiman dan Prasarana, Dinas Ketenagakerjaan, Direktorat Jenderal Pajak, serta Bea Cukai. Langkah yang perlu diambil meliputi pemeriksaan mendalam, penegakan hukum yang konsisten dan proporsional, serta pemantauan berkelanjutan untuk memastikan kepatuhan di masa mendatang.
(Hidayat).

0 Komentar