Header Ads Widget

Header Ads

Ticker

6/recent/ticker-posts

Terminal bus transpotasi utama tanjungwangi menjadi alihfungsi jadi tumpukan besitua dan lahan parkir truk barang


Pena Nusantara| Banyuwangi, – Terminal Bus Angkutan Antar Propinsi (BAP) Tanjungwangi, yang dikelola Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuwangi di Dusun Kapuran, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, kini menjadi sorotan publik karena fungsi aslinya sepenuhnya tergeser. Kawasan yang seharusnya menjadi gerbang utama keberangkatan dan kedatangan penumpang, kini dipenuhi tumpukan besi tua yang acak, limbah sembarangan, serta truk besar yang parkir liar untuk menunggu nyebrang ke Lombok.


yang menjadi sorotan utama Pengusaha besi tua yang tidak memiliki izin resmi yang menyewa lahan di Terminal Bus Tanjungwangi telah menjadi sorotan publik dalam waktu terakhir. Penyewaan lahan tersebut dah berjalan satubulan lebih digunakan untuk penimbunan besi tua dan berbagai barang bekas, dengan kondisi yang sangat kurang memadai — tidak adanya tutupan apapun membuat area penimbunan tersebut terbuka kasat mata bagi siapa pun yang melewati atau menggunakan terminal.

 


Pemandangan yang tak sedap dari tumpukan besi tua dan barang bekas ini telah banyak dirasakan oleh warga sekitar. Tidak hanya merusak tampilan keseluruhan terminal yang seharusnya menjadi gerbang kota yang rapi, aktivitas pengusaha tersebut juga membuat suasana terminal terganggu. 


Masalah yang lebih serius adalah dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat: debu yang berserakan dari penanganan besi tua dan pembakaran barang bekas di lokasi tersebut telah menyebabkan kualitas udara menurun, yang jelas-jelas tidak sehat bagi warga sekitar, penumpang bus, dan juga pekerja di terminal. Kerusakan ini tidak hanya merugikan kesehatan fisik, tetapi juga mengganggu kenyamanan bagi siapa pun yang menggunakan layanan terminal bus Tanjungwangi.


Berdasarkan investigasi lapangan tim jurnalis,untuk tumpukan besi tua yang ditimbun di terminal diklaim milik seorang pengusaha bernama Agus yang berasal dari Kapuran, Banyuwangi. Barang bekas dan rosokan di beli juga dikatakan berasal dari Perusahaan Tambang Bumi Suksesindo (BSI) di Tumpang Pitu. Untuk mengklarifikasi kebenaran, tim telah melakukan wawancara dengan berbagai pihak di lapangan.

 

Salah satu pekerja yang enggan menyebutkan nama, warga sekitar Kapuran, menjelaskan: “Saya cuma pekerja di sini, kalau yang lain saya tidak tahu. Bos saya sedang ada di Surabaya saat ini.” Sementara itu, Siti, penumpang rutin menunggu bus ke Surabaya, menambah kekhawatiran: “Saya sering ke terminal ini, dan keadaan makin parah. Truk besar parkir sembarangan, ditambah tumpukan besi tua – emang terminal ini dibuat untuk penimbunan ya?”

 

Kepala Terminal Tanjungwangi tidak ada di kantor saat dikonfirmasi oleh jurnalis. "Beliau sedang giat bekerja di luar," ujar salah satu staf yang menerima kunjungan jurnalis. Upaya menghubungi beliau melalui telepon dan WhatsApp juga belum mendapatkan jawaban.

 

Untuk informasi lebih lanjut, tim jurnalis menghubungi Kepala Dinas Perhubungan. Beliau sangat kooperatif dan segera mengangkat telepon saat dikonfirmasi. Menurutnya, lahan di sisi selatan terminal memang disewa oleh pengusaha besi tua dan bersifat sementara. Pembelian besi tua di lokasi lain kemudian dibawa ke lokasi terminal untuk dipilah dan dikirim ke Surabaya, ungkap Komang (Kepala Dinas Perhubungan). Namun, Komang tidak menjelaskan secara spesifik jumlah sewa dan durasi masa sewa (apakah dalam bulan atau tahun).

 

Sampai saat ini, tim jurnalis masih mendalami penyewaan lahan terminal sebagai tempat penimbunan besi tua yang dijalankan oleh Agus, warga Kapuran yang merupakan orang pribumi. Pengusaha tersebut juga belum dapat dihubungi dan diklarifikasi.


Yang menjadi pertanyaan besar di kalangan publik adalah mengapa penegak hukum dan dinas terkait tampaknya tutup mata dan terkesan diam menghadapi masalah ini. Banyak orang bertanya-tanya mengapa tidak ada tindakan tegas yang diambil untuk memberlakukan peraturan, mencabut penyewaan yang tidak sah, atau memaksa pengusaha tersebut untuk membenarkan kondisi penimbunan dan menghentikan aktivitas yang merusak lingkungan. Apakah karena kurangnya pemantauan, keterbatasan sumber daya, atau bahkan faktor lain yang tidak jelas? Semua ini menjadi tumpuan kekhawatiran masyarakat yang merasa tidak diperhatikan dan terkena dampak langsung dari keberadaan pengusaha besi tua yang tidak berizin tersebut. (bersambun)


(Hidayat.)

Posting Komentar

0 Komentar