Header Ads Widget

Header Ads

Ticker

6/recent/ticker-posts

Seruan Tutup TPL, Pemerhati Sosial Ajak Elemen Masyarakat Lakukan Pendekatan Solutif dan Bijaksana


Pena Nusantara
| Jakarta - Aktivis Pemerhati sosial, Putra, meminta agar oknum elit politisi dan pemuka agama tidak menggunakan isu suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) sebagai alat konsolidasi untuk kepentingan sepihak, apakah ekonomi, sosial, maupun politik. Lebih dari itu, Ia mengingatkan agar jangan memicu konflik dengan mengatasnamakan agama.

Oleh sebab itu, Putra menegaskan, Konflik yang mengatasnamakan agama semata-mata. Tidak bisa diterima akal sehat, agama dijadikan alat kita bersengketa antar sesama kita. Stop jangan ada lagi framing jahat dan penggiringan opini liar dari pihak tak bertanggung jawab yang menfitnah terkait isu dugaan kerusakan lingkungan yang dilakukan PT TPL.

Menurut aktivis Pemuda Islam ini, Isu SARA dapat memicu perpecahan di masyarakat, terutama di Tapanuli Raya, yang memiliki keragaman suku, agama, dan budaya. Oleh karenanya, Ia mengingatkan para tokoh agama, tokoh masyakarat, tokoh pemuda perlu menjaga keharmonisan dan menghindari konflik.

"Ia menilai, gerakan yang dibangun oleh segelintir pihak justru akan terbawa-bawa isu SARA dan membentrokan dengan masyakat lokal. Dia menduga gerakan tersebut rentan ditunggangi oleh kepentingan politik yang bisa memecah persatuan dan kesatuan NKRI," kata Putra dalam keterangan pada awak media, pada Jumat (20/6/2025).

Sebagai generasi muda Sumut yang berkepentingan menjaga persatuan dan keutuhan NKRI, kami berpandangan jangan sampai segelintir oknum tertentu membentrukan masyarakat lokal terkusus Tapanuli Raya dengan Isu Sara.

"Selain itu, Aktivis Pemuda ini meminta para pihak terkait untuk tidak membawa isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) dalam negosiasi PT TPTL. Kami menekankan pentingnya menjaga stabilitas dan menghindari konflik sosial yang dapat dipicu oleh isu SARA. Isu ini dianggap sensitif dan dapat memperkeruh situasi negosiasi yang sudah kompleks," tegasnya.

"Kemudian, kata dia, informasi itu digabungkan dengan informasi yang tidak berkaitan dengan inti permasalahan. Tujuannya, sambungnya, agar publik mengikuti atau mengamini kemauan aktor pembuat framing," tambahnya.

Disamping itu, Pemerhati sosial ini menyatakan bahwa pandangan dari salah satu pemuka agama yang menyebut PT TPL sangat merugikan masyarakat Tapanuli Raya dan meminta penutupannya adalah tidak rasional, tak objektif, dan tak konstruktif dalam menilai secara menyeluruh.

"Seyogianya pekerja atau buruh adalah mayoritas masyarakat setempat yang bekerja di PT. Toba Pulp Lestari Kabupaten Toba.  Kalo PT tersebut ditutup pasti mereka akan kehilangan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya," ungkapnya.

*Kontribusi PT TPL bagi Masyarakat Lokal*

Ia menuturkan bahwa, jika dihitung rata-rata satu pekerja menanggung lima orang anggota keluarga, maka diperkirakan 1.250 orang akan kehilangan mata pencarian jika PT TPL ditutup. Pertanyaannya siapa yang bertanggung jawab?

Sementara itu, bedasarkan data yang dihimpun, Putra menjelaskan, bahaw PT TPL sudah mempekerjakan lebih dari 9.000 orang, baik pekerja langsung maupun tidak langsung, dan didukung oleh lebih dari 4.000 Kelompok Tani Hutan dan pelaku UMKM. Bila termasuk keluarga dari para pekerja dan mitra tersebut, maka jumlah masyarakat yang bergantung pada keberadaan perusahaan mencapai sekitar 50.000 jiwa, belum termasuk kedai pengecer dan bengkel kecil di sekitar areal kerja dan jalur logistik.

"Maka dari itu, Ini menunjukkan peran penting TPL dalam mendukung perekonomian lokal dan regional," jelasnya.

"Namun, kata Putra jika adanya kekurangan dan kelemahan pihak PT TPL terkait kelestarian lingkungan dan konflik sosial atas sengketa lahan dengan masyarakat. Namun, Ia berpendapat bahwa persoalan ini harus diselesaikan secara arif dan bijaksana demi menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup," serunya.

Oleh karena itu, Ia menyatakan bahwa hak menyampaikan aspirasi, kritik, dan pendapat secara terbuka adalah hak konstitusional setiap warga negara. Perbedaan pandangan dalam demokrasi dipandang sebagai kekuatan, bukan ancaman.

Lebih lanjut, Ia melihat narasi yang dibangun sangat tendensius, tak objektif dan kontruktif. Ia menduga ada pihak tertentu yang bertujuan ingin merusak citra positif, profesionalitas, dan sinergitas PT TPL sebagai tempat masyarakat bekerja dan mencari nafkah kehidupan,” lanjutnya.

Kami mengajak seluruh elemen masyarakat civil society jangan mudah terprovokasi atas penggiringan opini dan informasi yang belum jelas data dan bukti autentik nya. "Karena itu, Kami menghimbau dan mengajak seluruh elemen masyarakat dan pers untuk sama-sama lebih bijak dalam menerima informasi yang beredar di platform media sosial. Mari kita cek and recheck dulu kebenaran informasinya," pungkasnya.

(Tim)

Posting Komentar

0 Komentar