PENA NUSANTARA | Jakarta sedang sibuk. Macet, riuh, penuh dengan manusia yang berlomba dengan waktu. Tapi di Jalan Sriwijaya IV No. 1, ada sudut tenang yang sudah berdiri tegak sejak 1971. Masjid Baitul Atiq.
Siapa sangka, masjid ini dulunya hanya sebuah mushala kecil. Tanahnya milik negara, bagian dari lahan 4.308meter persegi milik Departemen Pendidikan Nasional. Tapi warga tak peduli soal status tanah. Mereka butuh tempat ibadah.
Lalu datang Hadi Soewondo. Ia mengajukan izin. Pemerintah mengizinkan. Sejak itu, mushala kecil ini berkembang. Kini, ia tak sekadar tempat shalat. Ia jadi pusat kegiatan keislaman.
Bukan Sekadar Masjid
Masjid Baitul Atiq bukan masjid biasa.
Shalat lima waktu sudah pasti. Tapi yang menarik adalah kegiatan di luar itu. Majelis taklimnya hidup. Kitab-kitab besar dikaji. Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Hadits Abu Dawud, Hadits Nasa’i, Hadits Ibnu Majah, Hadits Tirmidzi. Semua dikupas tuntas.
Di bulan Ramadan, masjid ini berubah jadi pusat ibadah 24 jam. Tarawih ramai, iktikaf penuh, zakat fitrah dikelola dengan profesional.
Tapi bukan itu yang paling menarik. Masjid ini punya Program Pembinaan Karakter Generasi Muda.
Mencetak Generasi Berkarakter
Mereka tak hanya diajarkan mengaji. Tapi juga diajarkan hidup. Tri Sukses: Akhlakul Karimah, Alim & Faqih, serta Mandiri. Enam Thobiat Luhur: Rukun, kompak, kerja sama yang baik, jujur, amanah, mujahid muzhid.
Pesertanya? Semua usia. Anak-anak, remaja, dewasa. Semua belajar. Semua dibina.
Dan yang menarik: mereka juga diajarkan bela diri.
Silat, Pramuka, dan Sepak Bola
Di sini, Islam bukan hanya soal ibadah. Tapi juga soal kebugaran, kebersamaan, dan keterampilan hidup. Ada pelatihan silat. Ada sepak bola untuk jamaah muda. Ada senam bersama setiap pekan.
Bahkan, ada pelatihan memasak untuk remaja putri. Bukan sekadar untuk jadi ibu rumah tangga, tapi untuk jadi perempuan mandiri.
Dan ada Pramuka. Ya, Pramuka di masjid. Karena disiplin dan kemandirian adalah bagian dari Islam.
Dikelola dengan Serius
Masjid ini bukan berjalan sendiri. Ada yayasan yang mengelola. Dan pengurusnya bukan orang sembarangan.
Ketua pembinanya Irjen Pol (Purn) Drs. H. Srijono, M.Sc. Mantan perwira tinggi Polri. Masih aktif membina hingga sekarang.
Didampingi oleh:
- Drs. H. Dunan Ismail (Anggota Pembina)
- H. Hudi Suryanto (Anggota Pembina)
- H. Supriyono WS (Ketua)
- Asep Sri Wibowo (Sekretaris)
- Warjan (Bendahara)
- Drs. H. Budi Sardjono (Pengawas)
Cahaya yang Terus Menyala
Masjid ini bukan sekadar bangunan. Bukan sekadar tempat shalat.
Ia adalah rumah bagi ilmu. Bagi anak-anak yang belajar mengaji. Bagi remaja yang berlatih silat. Bagi jamaah yang ingin sehat.
Ia bukan hanya tempat bersujud. Ia tempat belajar, berbagi, dan membina karakter.
0 Komentar